Rasionalitas Modern vs Tradisional dalam Dunia Akademik
Pendahuluan
Masyarakat dan dunia akademik modern kerap dihadapkan pada ketegangan antara cara berpikir dan bertindak yang didasari tradisi, dengan pendekatan rasional, ilmiah, dan sistematis. Peralihan ini tidak hanya memengaruhi sistem pendidikan, melainkan juga cara pandang terhadap ilmu, pengetahuan, dan metode penelitian. Artikel ini bertujuan mengeksplorasi konsep “rasionalitas” dalam dua kerangka besar, modern dan tradisional, serta bagaimana kedua kerangka tersebut berperan dan bersinggungan dalam dunia akademik kontemporer. Dengan memahami perbedaan dan persinggungannya, kita berharap memperoleh perspektif lebih seimbang dalam menilai metode akademik dan tantangan antara nilai-nilai tradisi dan tuntutan rasionalitas modern.
Definisi Rasionalitas
Definisi Rasionalitas secara Umum
Secara umum, “rasionalitas” dapat dipahami sebagai kemampuan manusia untuk berpikir, mempertimbangkan, dan bertindak berdasarkan alasan, logika, serta tujuan tertentu, bukan semata emosi, tradisi, atau kebiasaan. Dalam konteks pengambilan keputusan, rasionalitas melibatkan evaluasi alternatif tindakan, perbandingan antara tujuan dan alat, serta pemilihan tindakan yang dianggap paling efisien atau sesuai dengan tujuan. Sebuah penelitian di Indonesia mendefinisikan rasionalitas sebagai proses pemilihan alternatif tindakan berdasarkan tujuan dan alat untuk mencapai hasil tertentu. [Lihat sumber Disini - repository.unsri.ac.id]
Definisi Rasionalitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rasionalitas menunjukkan “keadaan atau sifat rasional; bersifat masuk akal atau beralasan berdasarkan akal sehat.” Istilah ini menekankan aspek berpikir logis, teratur, dan berdasarkan nalar, bukan sekadar ikut arus kebiasaan, kepercayaan tak tertulis, atau tradisi turun-temurun. (Catatan: karena akses langsung ke laman KBBI kadang dibatasi, referensi bisa dicek langsung melalui situs resmi KBBI untuk definisi “rasionalitas”).
Definisi Rasionalitas menurut Para Ahli
Berikut ini sejumlah definisi konseptual dari para ahli/sosiolog yang relevan:
- Max Weber, Dalam kerangka sosiologi klasik, Weber membedakan berbagai “tipe rasionalitas” sebagai bagian dari proses “rasionalisasi” masyarakat modern. Tipe-tipe ini antara lain rasionalitas praktis, teoritis, formal, dan substantif. [Lihat sumber Disini - bu.edu]
- Anatolii Yermolenko (2021), Menganalisis bagaimana konsep rasionalitas Weber tetap relevan bagi ilmu sosial modern. Menurut Yermolenko, rasionalitas tidak hanya berlaku di ranah epistemologis (pengetahuan), tetapi juga dalam struktur sosial, misalnya dalam sistem birokrasi, organisasi, atau institusi pendidikan. [Lihat sumber Disini - dumka.philosophy.ua]
- Studi empiris dalam konteks masyarakat lokal di Indonesia, misalnya dalam penelitian tentang pengambilan keputusan “tradisional” vs “rasional” dalam budaya lokal, seperti pada tradisi “ketimbang”, menunjukkan bahwa rasionalitas diartikan sebagai pertimbangan logis terhadap tujuan dan alat. [Lihat sumber Disini - repository.unsri.ac.id]
- Dalam literatur pendidikan dan modernisasi, rasionalitas modern dipahami sebagai orientasi pada efisiensi, objektivitas, sistem, dan pemikiran ilmiah sebagai respons terhadap kompleksitas zaman dan tuntutan perubahan sosial. [Lihat sumber Disini - sociology.institute]
Dengan demikian, rasionalitas menurut para ahli mengandung aspek berpikir sistematis, tujuan-hasil, serta kesadaran nilai dan metode, bukan sekadar mengikuti kebiasaan atau tradisi tanpa refleksi.
Rasionalitas Tradisional
Ciri-ciri Rasionalitas Tradisional
Rasionalitas tradisional umumnya berbasis tradisi, kebiasaan, nilai kultural, kebiasaan turun-temurun, dan otoritas sosial, bukan pada logika ilmiah atau analisis rasional modern. Tindakan atau keputusan biasanya diambil berdasarkan kebiasaan, norma sosial, adat istiadat, agama, atau warisan budaya, bukan melalui pertimbangan alat-tujuan secara sistematis. Dalam konteks akademik atau sosial, rasionalitas tradisional bisa tercermin dalam cara-cara mengajar, penerimaan ilmu, atau keputusan pendidikan berdasarkan pengalaman, warisan budaya, dan nilai lokal.
Peran Rasionalitas Tradisional dalam Pendidikan dan Akademik
Dalam masyarakat tertentu, tradisi memiliki peran penting dalam sistem pendidikan non-formal atau informal, misalnya pendidikan agama, budaya lokal, atau kearifan tradisional. Pendekatan ini seringkali melibatkan transmission (transfer) nilai-nilai moral, etika, adat, dan kebijaksanaan turun-temurun sebagai bagian dari “pendidikan karakter.” Dalam konteks ini, rasionalitas tradisional bisa membantu menjaga identitas budaya, nilai moral kolektif, dan kontinuitas budaya dalam masyarakat. Beberapa peneliti bahkan menunjukkan bahwa dalam masyarakat lokal, keputusan (misalnya pengobatan, pilihan sosial, pendidikan) bisa lebih dipengaruhi nilai budaya dan tradisi daripada logika instrumental. [Lihat sumber Disini - repository.uinjkt.ac.id]
Tantangan dalam Dunia Akademik jika Mengandalkan Rasionalitas Tradisional
Namun, apabila sistem akademik, yang idealnya berbasis riset, metode ilmiah, analisis data, dan logika, bergantung terlalu banyak pada rasionalitas tradisional, beberapa risiko bisa muncul: bias kultural, subyektivitas, kurangnya transparansi, kesulitan mengkritik atau merevisi pengetahuan berdasarkan temuan baru, serta kemungkinan stagnasi dalam perkembangan ilmu. Rasionalitas tradisional bisa menghambat inovasi, kebaruan, dan objektivitas yang diperlukan dalam ilmu modern.
Rasionalitas Modern dalam Dunia Akademik
Ciri-ciri Rasionalitas Modern
Rasionalitas modern ditandai oleh orientasi pada efisiensi, tujuan-hasil, sistem, metode ilmiah, objektivitas, kalkulasi, serta penggunaan logika dan data dalam proses berpikir maupun pengambilan keputusan. Dalam kerangka sosiologis, proses ini sering disebut sebagai “rasionalisasi”, pergeseran dari tindakan berdasarkan tradisi, nilai emosional, atau kebiasaan, menuju tindakan yang didasarkan pada nalar, kalkulasi, dan sistem formal. [Lihat sumber Disini - en.wikipedia.org]
Dalam dunia akademik, rasionalitas modern mewujud dalam metodologi riset, kurikulum yang sistematis, standar akademik, peer-review, dan tata kelola institusi berbasis meritokrasi serta prosedur formal. Hal ini memungkinkan pengetahuan untuk berkembang secara akumulatif, kritis, dan transparan.
Manfaat Rasionalitas Modern bagi Pendidikan dan Penelitian Akademik
- Objektivitas dan Validitas: Dengan metode sistematis dan berbasis data, hasil penelitian bisa diuji, direplikasi, dan dikritisi oleh komunitas akademik.
- Efisiensi dan Produktivitas: Proses pembelajaran, penelitian, dan publikasi bisa dirancang dengan struktur, standar, dan sistem, sehingga meningkatkan kualitas dan output akademik.
- Kemajuan Ilmu Pengetahuan: Rasionalitas modern memfasilitasi perkembangan ilmu melalui logika, metode ilmiah, dan pemikiran kritis, mengurangi dominasi dogma, bias tradisional, atau kepercayaan tanpa basis empiris.
- Standarisasi dan Akuntabilitas: Institusi akademik bisa dikelola dengan merit-based system, transparansi, dan regulasi formal, mendukung pemerataan kualitas pendidikan serta integritas akademik.
Kritik terhadap Rasionalitas Modern
Meski banyak manfaatnya, rasionalitas modern juga mendapat kritik. Sebagai contoh, dalam tulisan filosofis dan sosiologis dikemukakan bahwa dominasi rasionalitas instrumental/formal dapat menyebabkan “penghapusan makna humanis” dalam kehidupan sosial: hubungan manusia menjadi tersubordinasi pada prosedur, angka, kalkulasi, dan efisiensi -- mengabaikan aspek nilai, emosi, budaya, dan kemanusiaan. [Lihat sumber Disini - sfu.ca]
Sementara itu, dalam konteks akademik, tekanan pada produktivitas, publikasi, dan standar bisa memunculkan kecenderungan utilitarian (apa yang “populer”, “berdampak besar”, atau “menguntungkan karier”) daripada mendukung riset mendasar, humanis, atau berbasis nilai.
Interaksi antara Rasionalitas Modern dan Tradisional dalam Dunia Akademik
Sintesis dan Konflik
Di banyak masyarakat, terutama yang kaya tradisi dan budaya, rasionalitas modern dan tradisional tidak selalu terpisah secara tegas, melainkan sering bersinggungan, berinteraksi, atau berbenturan. Dalam dunia akademik di negara-negara dengan budaya lokal kuat, sering terjadi dilema: apakah kurikulum dan metodologi akademik harus sepenuhnya mengikuti model modern, atau juga memberi ruang bagi nilai-nilai tradisional, budaya lokal, dan kearifan kontekstual.
Dalam beberapa kasus, rasionalitas tradisional dapat melengkapi rasionalitas modern, misalnya dalam pendidikan karakter, studi antropologi, kajian budaya, atau penelitian kualitatif yang membutuhkan sensitivitas kultural dan nilai lokal. Namun dalam hal metodologi ilmiah, objektivitas, dan validitas penelitian, rasionalitas modern umumnya menjadi acuan utama.
Contoh Kasus: Pilihan Masyarakat terhadap Metode Tradisional vs Modern
Dalam konteks sosial (di luar akademik formal), penelitian menunjukkan bahwa masyarakat kadang memilih metode tradisional (misalnya pengobatan tradisional, praktik budaya, keputusan berdasarkan adat) meskipun tersedia alternatif modern, karena nilai budaya, kepercayaan, dan identitas kultural lebih dominan. [Lihat sumber Disini - repository.uinjkt.ac.id]
Dalam dunia akademik, hal ini bisa mencerminkan resistensi terhadap paradigma modern, misalnya ketidakpercayaan terhadap metode penelitian “barat”, keengganan mengadopsi standar internasional, atau kecenderungan mempertahankan kurikulum yang sangat terikat lokal/tradisional.
Tantangan dan Peluang
Tantangan utama: bagaimana menjaga integritas ilmiah dan kualitas akademik sambil menghormati tradisi, budaya, dan kearifan lokal. Ada risiko bahwa terlalu menekankan rasionalitas modern bisa mengabaikan konteks lokal, nilai budaya, dan identitas. Sebaliknya, terlalu mempertahankan tradisionalisme bisa menghambat kemajuan ilmiah dan relevansi global.
Namun ini juga menjadi peluang: dunia akademik bisa mengembangkan model hybrid, di mana metode ilmiah modern dikombinasikan dengan penghormatan terhadap konteks budaya dan nilai lokal, sehingga penelitian lebih relevan, inklusif, dan sensitif terhadap realitas sosial di negara berkembang.
Implikasi bagi Dunia Akademik di Indonesia
- Institusi pendidikan di Indonesia perlu menimbang antara standar internasional (rasionalitas modern) dan nilai lokal/tradisional, terutama di jurusan yang berkaitan dengan kebudayaan, antropologi, pendidikan karakter, atau studi lokal.
- Kurikulum dan metodologi riset bisa dirancang agar fleksibel: menggunakan metode ilmiah dan data-driven, tetapi tetap mempertimbangkan konteks sosial-budaya lokal.
- Akademisi harus sensitif terhadap potensi bias budaya atau dominasi paradigma asing ketika menerapkan standar modern, agar penelitian tetap relevan dengan masyarakat lokal.
- Untuk mencapai kualitas akademik tinggi tanpa kehilangan identitas budaya, diperlukan dialog kritis antara tradisi dan modernitas, serta kesadaran akademik terhadap nilai pluralitas.
Kesimpulan
Rasionalitas modern dan tradisional masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan dalam konteks dunia akademik. Rasionalitas modern mendukung objektivitas, sistem, metodologi ilmiah, efisiensi, dan kemajuan pengetahuan. Sementara rasionalitas tradisional membawa nilai budaya, identitas, kearifan lokal, serta relevansi sosial-kultural. Konflik maupun sinergi antara keduanya tidak bisa diabaikan, terutama di negara dengan keberagaman budaya seperti Indonesia.
Idealnya, dunia akademik bisa mengadopsi pendekatan hybrid: menggabungkan kekuatan rasionalitas modern untuk menjaga integritas ilmiah, dengan penghormatan terhadap tradisi dan konteks lokal agar ilmu tetap relevan, sensitif, dan berakar pada masyarakat. Pendekatan ini bukan hanya memungkinkan kemajuan ilmu, tapi juga menjaga keberlanjutan budaya dan identitas lokal.
