Aksiologi Ilmu: Nilai dan Etika dalam Riset
Pendahuluan
Dalam ranah penelitian dan pengembangan ilmu, aspek nilai dan etika tidak dapat dipisahkan. Istilah aksiologi ilmu menjadi kerangka yang sangat penting untuk memahami bagaimana ilmu tidak hanya sebagai mekanisme pengembangan pengetahuan, tetapi juga sebagai aktivitas sosial yang memuat nilai, norma, dan tanggung jawab. Kajian ini akan membahas pengertian aksiologi ilmu, kemudian mendalami definisinya secara umum, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), serta pendapat para ahli. Selanjutnya, kita akan memasuki pembahasan utama mengenai nilai dan etika dalam riset: bagaimana ilmu memiliki nilai, bagaimana etika riset memandu perilaku ilmiah, serta bagaimana integrasi nilai dan etika membentuk kualitas riset. Akhirnya, kesimpulan akan disajikan sebagai rangkuman utama dan implikasi bagi pelaku riset.
Definisi Aksiologi Ilmu
Definisi Aksiologi Ilmu Secara Umum
Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani axion (nilai) dan logos (ilmu/teori), yang secara harfiah berarti “teori nilai” atau kajian tentang nilai-nilai. [Lihat sumber Disini - id.wikipedia.org] Dalam konteks ilmu pengetahuan, aksiologi merujuk pada aspek-nilai dari ilmu itu sendiri,yakni pertanyaan: Untuk apa ilmu digunakan? Apa manfaatnya bagi manusia dan masyarakat? [Lihat sumber Disini - ejournal.undiksha.ac.id] Misalnya dalam studi oleh Muhammad Nasir (2021) disebutkan bahwa “ilmu pada hakikatnya netral … secara aksiologis, manusia dapat menentukan dan memberikan penilaian tentang bermanfaat atau tidaknya sebuah ilmu pengetahuan.” [Lihat sumber Disini - jurnal.syntax-idea.co.id] Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa aksiologi ilmu menekankan fungsi, peran, dan nilai kegunaan ilmu bagi manusia dan masyarakat.
Definisi Aksiologi Ilmu dalam KBBI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), aksiologi memiliki dua pengertian utama: (1) kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia; dan (2) kajian tentang nilai, khususnya etika. [Lihat sumber Disini - kbbi.web.id] Dengan kata lain, secara terminologi Indonesia, ilmu bukan hanya “apa yang diketahui” tetapi juga “apa yang harus dilakukan” atau “apa yang menjadi arah dan nilai dari pengetahuan yang dimiliki.” Penekanan pada “kegunaan” dan “nilai khususnya etika” menunjukkan bahwa riset dan penggunaan ilmu harus diarahkan pada kehidupan yang bermakna dan bermanfaat.
Definisi Aksiologi Ilmu Menurut Para Ahli
Beberapa ahli telah mengemukakan definisi aksiologi ilmu secara lebih rinci. Berikut ringkasan beberapa pendapat:
- Jujun Suriasumantri mendefinisikan aksiologi sebagai “teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.” [Lihat sumber Disini - kanal.umsida.ac.id]
- Kattsoff menjelaskan bahwa aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut kefilsafatan. [Lihat sumber Disini - ejournal.indrainstitute.id]
- Dalam kajian oleh Annisa Mayasari dkk. (2022) disebutkan bahwa dalam ilmu pengetahuan, aksiologi adalah produk dari ilmu, yakni etika, nilai, estetika dan moral, yang menuntut bahwa penggunaan ilmu memiliki komitmen moral. [Lihat sumber Disini - jiip.stkipyapisdompu.ac.id]
- Sebuah kajian terkini oleh S. Fatimah (2025) juga menekankan bahwa aksiologi dalam zaman digital merupakan bagian penting terhadap integrasi nilai tradisional dan etika dalam transformasi sains. [Lihat sumber Disini - penerbitadm.pubmedia.id]
Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat dikatakan bahwa aksiologi ilmu mencakup tiga dimensi utama: nilai (value), manfaat/kegunaan (utility), dan etika/moral. Ilmu tidak boleh hanya menjadi perangkat teknis, tetapi harus diarahkan kepada nilai kemanusiaan dan etika riset yang baik.
Nilai dan Etika dalam Riset
Nilai dalam Ilmu dan Riset
Nilai dalam konteks ilmu merujuk pada elemen‐nilai yang melekat dalam aktivitas ilmiah: baik, buruk, benar, salah, serta konsekuensi sosial dari penggunaan ilmu. Kajian oleh D. Prista (2024) menemukan bahwa aksiologi ilmu sangat erat berkaitan dengan etika dan moral, serta bahwa ilmu dikatakan bermanfaat apabila dapat “mendatangkan kesejahteraan, kemaslahatan dan kemudahan bagi kehidupan manusia.” [Lihat sumber Disini - ejurnal.stie-trianandra.ac.id] Dalam riset, nilai ini muncul ketika peneliti memilih topik yang relevan bagi masyarakat, merancang metodologi yang adil, serta mempertimbangkan dampak sosial dari hasil penelitian. Ilmu yang digunakan tanpa mempertimbangkan nilai kemanusiaan berisiko berubah menjadi alat yang merugikan. Sebagai contoh, artikel mengenai aksiologi filsafat ilmu menyebut bahwa jika ilmu digunakan tanpa arah yang benar, maka “mengatur ilmu” justru bisa menjadi beban atau sia‐sia. [Lihat sumber Disini - ejournal.indrainstitute.id]
Lebih lanjut, karakteristik nilai dalam aksiologi meliputi:
- Nilai bersifat subjektif karena bergantung pada subjek manusia, manusia yang menilai. [Lihat sumber Disini - kanal.umsida.ac.id]
- Nilai bersifat praktis: terkait bagaimana ilmu diaplikasikan dalam kehidupan. [Lihat sumber Disini - kanal.umsida.ac.id]
- Nilai bukan fakta empiris yang bisa diindra secara langsung, melainkan sesuatu yang diberikan oleh manusia sebagai penilaian terhadap objek atau tindakan. [Lihat sumber Disini - kanal.umsida.ac.id]
Dalam riset, nilai ini berarti bahwa peneliti harus mempertanyakan: Apakah riset ini memberi manfaat? Apakah dampaknya positif? Apakah topik dan metode riset memperhatikan nilai‐nilai keadilan, keberlanjutan, dan kemanusiaan? Pertanyaan‐pertanyaan tersebut mencerminkan ranah aksiologis riset.
Etika dalam Riset
Etika riset adalah implementasi norma, nilai, dan standar perilaku yang mengatur proses penelitian mulai dari perencanaan, pengumpulan data, analisis, pelaporan hingga publikasi. Menurut literatur, etika penelitian merupakan cabang filsafat yang membahas tentang nilai dan norma moral yang menentukan perilaku peneliti terhadap risetnya. [Lihat sumber Disini - jptam.org] Contoh prinsip etika penelitian: menghormati hak subjek penelitian, menjaga kerahasiaan data, menghindari fabrikasi atau falsifikasi data, menghindari plagiarisme, memastikan kontribusi riset kepada masyarakat. [Lihat sumber Disini - researchgate.net]
Dalam konteks aksiologi, etika menghubungkan nilai ilmu dengan tindakan praktis peneliti. Artinya, ilmu yang bermanfaat dan bermoral harus dirangkaikan dengan perilaku riset yang sesuai norma. Misalnya, sebuah riset yang secara metodologis solid tetapi dilaksanakan dengan mengabaikan hak‐hak subjek atau dengan manipulasi data maka secara aksiologis tetap bermasalah.
Hubungan antara Nilai dan Etika dalam Riset
Hubungan antara nilai dan etika dalam riset dapat digambarkan sebagai berikut: nilai memberi arah atau tujuan apa yang harus dicapai oleh riset (misalnya kemaslahatan, keadilan, kebenaran), sedangkan etika mengatur bagaimana riset harus dilaksanakan agar nilai‐nilai tersebut tidak diabaikan. Dengan kata lain: riset yang berorientasi pada nilai (aksiologis) harus dijalankan dengan standar etika yang memadai agar hasilnya sahih, bermakna, dan bertanggung jawab secara sosial.
Dalam kajian aksiologi, beberapa pertanyaan kunci muncul: Untuk apa ilmu digunakan? Bagaimana kaitannya antara penggunaan ilmiah dengan moral/etika? Bagaimana penentuan objek yang diteliti secara moral? [Lihat sumber Disini - ejournal.sembilanpemuda.id] Riset yang sukses dalam konteks aksiologi bukan hanya menghasilkan data atau publikasi, tetapi juga memberikan nilai tambah bagi manusia dan masyarakat serta dilaksanakan dengan integritas ilmiah.
Contoh konkret: sebuah riset di era digital mungkin menghasilkan teknologi mutakhir. Namun tanpa refleksi nilai dan etika, teknologi tersebut bisa menimbulkan kejahatan siber, pelanggaran privasi, atau disrupsi sosial. Kajian oleh S. Fatimah (2025) menggarisbawahi bahwa transformasi nilai‐nilai dalam masyarakat digital menuntut integrasi aksiologis keilmuan dan etika teknologi. [Lihat sumber Disini - penerbitadm.pubmedia.id]
Tantangan Penerapan Nilai dan Etika dalam Riset
Beberapa tantangan utama yang sering muncul antara lain:
- Ilmu yang bersifat netral secara epistemologis, tetapi manusia sebagai pelakunya harus menilai baik‐buruknya. [Lihat sumber Disini - kanal.umsida.ac.id]
- Ketidakselarasan antara nilai manfaat ilmu dan etika pelaksanaan riset (misalnya riset yang unggul tetapi dapat disalahgunakan)
- Tekanan publikasi, kompetisi akademik, dan kebutuhan kuantitas yang kadang mengorbankan kualitas nilai dan etika
- Perubahan sosial dan teknologi yang begitu cepat, sehingga nilai‐nilai tradisional atau norma riset belum teradaptasi dengan baik (misalnya riset digital, big data, AI)
Strategi Penguatan Nilai dan Etika dalam Riset
Untuk menguatkan integrasi nilai dan etika dalam riset, beberapa strategi yang dapat disarankan:
- Memasukkan kerangka aksiologi dalam desain riset: sebelum riset dilakukan, mempertimbangkan manfaat sosial, keadilan, dampak etis.
- Mematuhi prinsip etika penelitian yang berlaku: transparansi, akuntabilitas, menjaga kerahasiaan, informed consent, bebas dari fabrikasi/falsifikasi, menjaga integritas akademik.
- Pelatihan dan pembinaan kesadaran nilai & etika bagi peneliti (termasuk mahasiswa) agar tidak sekadar mengejar publikasi tetapi memahami dimensi moral riset.
- Evaluasi hasil riset tidak hanya dari sisi ilmiah tetapi juga dari ranah kemaslahatan manusia dan masyarakat.
- Adaptasi nilai‐etika riset terhadap konteks baru (teknologi digital, interdisciplinaritas, globalisasi) agar tetap relevan dan bertanggung jawab.
Kesimpulan
Kajian mengenai aksiologi ilmu memberikan perspektif penting bahwa ilmu dan riset tidak hanya berkutat pada “apa yang diketahui” tetapi harus menyertakan “apa yang bernilai” dan “bagaimana harus dilakukan”. Dari definisi secara umum, definisi dalam KBBI, serta pendapat para ahli, terlihat bahwa aksiologi menyangkut nilai, manfaat, dan etika ilmu. Dalam konteks riset, nilai memberi arah normatif bahwa riset harus bermanfaat, adil, bertanggung jawab, sementara etika mengatur bagaimana riset dilaksanakan agar nilai tersebut terwujud. Tantangan yang muncul seperti netralitas ilmu, tekanan publikasi, dan perkembangan teknologi menuntut perhatian serius untuk menguatkan integrasi nilai dan etika dalam riset. Dengan demikian, peneliti yang sadar aksiologinya akan mampu menghasilkan ilmu yang tidak hanya sahih secara ilmiah, tetapi juga bermakna secara sosial dan etis.
