Keamanan Informasi dalam Riset Online
Pendahuluan
Di era digital saat ini, riset online semakin lazim dilakukan oleh berbagai pihak,mulai dari mahasiswa, peneliti independen, lembaga, hingga korporasi. Proses pengumpulan data, analisis, penyimpanan hingga publikasi dilakukan secara elektronik melalui jaringan internet, platform daring, dan sistem penyimpanan cloud. Dengan kemudahan tersebut muncul pula tantangan tersendiri, yakni bagaimana menjaga keamanan informasi yang terkait dengan riset,baik data mentah, hasil riset, maupun metadata dan identitas subjek riset. Jika aspek keamanan informasi diabaikan, maka riset bisa rentan terhadap kebocoran data, modifikasi tidak sah, akses oleh pihak yang tidak berwenang, atau bahkan manipulasi hasil riset. Oleh karena itu, penting untuk memahami konsep “keamanan informasi” dalam konteks riset online: mulai dari definisi, standar umum, hingga implikasi praktis dan strategi mitigasi. Artikel ini akan membahas hal-hal tersebut secara sistematis: mulai dari definisi secara umum, pengertian di KBBI, menurut para ahli, kemudian menyelami aspek-aspek khusus keamanan informasi dalam riset online, tantangan, dan kebijakan yang direkomendasikan, hingga kesimpulan. Semoga artikel ini dapat memperkaya literasi mengenai keamanan riset digital serta mendukung praktik riset yang lebih aman dan andal.
Definisi Keamanan Informasi
Definisi Keamanan Informasi Secara Umum
Secara umum, keamanan informasi adalah suatu aktivitas atau rangkaian aktivitas yang bertujuan untuk melindungi informasi,baik yang bersifat elektronik maupun fisik,agar tetap dapat diakses oleh pihak yang berwenang, tetap utuh (tidak termodifikasi atau rusak secara tidak sah), dan tetap tersedia pada saat dibutuhkan. Sebagai ilustrasi, dalam penelitian disebutkan bahwa keamanan informasi merupakan “konsep untuk mengamankan aset informasi dari berbagai ancaman yang dapat memberikan dampak buruk” bagi organisasi atau pihak pemilikΝΎ misalnya dalam konteks bencana alam atau gangguan sistem. [Lihat sumber Disini - journal.ubm.ac.id]
Lebih jauh, keamanan informasi mencakup tiga aspek utama yang sering disebut dalam literatur internasional dan nasional: kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan ketersediaan (availability). [Lihat sumber Disini - repository.uin-suska.ac.id]
Dengan demikian, dalam riset online, keamanan informasi dapat dipahami sebagai upaya sistematis untuk menjamin bahwa data riset, hasil analisis, identitas partisipan, metadata dan seluruh aset riset tetap terlindungi dari pihak yang tidak berhak, tidak mengalami kerusakan atau manipulasi, serta tetap dapat diakses saat dibutuhkan oleh peneliti yang sah.
Definisi Keamanan Informasi dalam KBBI
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) daring, “keamanan” berarti keadaan atau kondisi aman; sedangkan “informasi” berarti keterangan atau pemberitahuan yang diterima atau disampaikan. Jika kedua kata digabung menjadi “keamanan informasi”, maka secara harfiah dapat diartikan sebagai “keadaan aman dari informasi” atau “upaya menjaga agar informasi tetap aman”. Walaupun KBBI tidak selalu menyediakan istilah teknis lengkap “keamanan informasi” sebagaimana dalam teknologi maupun riset digital, pengertian ini dapat dijadikan rujukan dasar: bahwa ada perhatian terhadap keamanan (tidak terancam, tidak bocor, tidak dirusak) terhadap informasi (keterangan, data, pemberitahuan) yang disimpan, diproses, atau dikomunikasikan.
Definisi Keamanan Informasi Menurut Para Ahli
Berikut beberapa definisi dari para ahli dan literatur ilmiah:
- Didi Kurniawan (2023) menjelaskan bahwa:
“Keamanan informasi adalah perlindungan terhadap segala jenis sumber daya informasi dari penyalahgunaan pihak yang tak berwenang mengelolanya.” [Lihat sumber Disini - researchgate.net]
Menurutnya, sistem keamanan informasi terbentuk karena sifat sistem informasi yang umumnya hanya dapat dikelola oleh pihak tertentu, dan sifat informasi yang diamankan adalah non-fisik (intangible).
- Aditya Ramadhani (2018) menyebut bahwa:
“Keamanan informasi adalah bagaimana kita dapat mencegah penipuan (cheating) atau, paling tidak, mendeteksi adanya penipuan di sebuah sistem yang berbasis informasi, dimana informasinya sendiri tidak memiliki arti fisik.” [Lihat sumber Disini - ojs.uninus.ac.id]
Ramadhani juga menegaskan peran aspek CIA (Confidentiality–Integrity–Availability) serta ancaman-ancaman khas seperti virus, worm, Trojan horse.
- AHH Harahap (2023) menyoroti bahwa dalam konteks keamanan informasi, konsep Triad CIA adalah penting untuk mencegah kecurangan dan menjaga keandalan data/informasi. [Lihat sumber Disini - siberpublisher.org]
- Aprilian Lisa Maryanto, Moh Noor Al Azam, dan Aryo Nugroho (2022) dalam penelitian “Evaluasi Manajemen Keamanan Informasi pada Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi” menyatakan bahwa:
“Data-data yang tersimpan online sangat rentan terhadap kebocoran dan pencurian… Pengukuran tingkat kematangan dan kelengkapan manajemen informasi …” [Lihat sumber Disini - journal.trunojoyo.ac.id]
Hal ini memberikan gambaran praktis bahwa keamanan informasi bukan hanya konsep, tapi juga harus diimplementasikan, diukur, dan dievaluasi.
Dengan demikian, para ahli menegaskan bahwa keamanan informasi mencakup aspek teknis, prosedural, dan manajerial, yang dalam konteks riset online harus diterapkan agar riset tetap valid, andal, dan dipercaya.
Aspek-Aspek Keamanan Informasi dalam Riset Online
Kerahasiaan Data Riset (Confidentiality)
Kerahasiaan dalam riset online menuntut bahwa data yang dikumpulkan,termasuk data partisipan, hasil survei, wawancara, dan data mentah lainnya,hanya dapat diakses oleh pihak yang berwenang. Partisipan riset harus yakin bahwa identitas mereka, jawaban mereka, dan informasi terkait tidak akan bocor ke pihak yang tidak sah. Dalam penelitian di Indonesia, ditemukan bahwa kesadaran terhadap aspek kerahasiaan masih belum optimal; misalnya hanya sekitar 35–43 % pengguna Instagram di survei yang menggunakan autentikasi dua faktor. [Lihat sumber Disini - ojs.udb.ac.id]
Dalam riset online, menjaga kerahasiaan berarti juga menerapkan kontrol akses yang ketat, penggunaan enkripsi saat pengiriman atau penyimpanan data, dan anonymisasi atau pseudonimisasi jika memungkinkan. Risko kebocoran data dapat menurunkan kepercayaan terhadap riset atau bahkan menggugurkan etika penelitian.
Integritas Data Riset (Integrity)
Integritas mengharuskan bahwa data riset yang dikumpulkan, diproses, dan disimpan tetap utuh dan tidak dimodifikasi secara tidak sah. Dalam riset online, ancaman terhadap integritas bisa berupa perubahan data oleh pihak yang tidak berwenang, hacker yang merusak database, maupun kesalahan sistem yang merusak data. Para ahli menekankan bahwa integritas adalah bagian dari triad keamanan informasi. [Lihat sumber Disini - repository.uin-suska.ac.id]
Untuk menjaga integritas dalam riset online, peneliti harus memastikan bahwa versi data disimpan dengan baik (misalnya versi mentah), ada backup, log aktivitas pengguna sistem, dan prosedur audit data. Ketika integritas dilanggar, hasil riset bisa dipertanyakan atau validitasnya terancam.
Ketersediaan Data Riset (Availability)
Ketersediaan berarti bahwa data riset dan sistem pendukungnya dapat diakses oleh pihak yang berwenang saat dibutuhkan. Dalam riset online, seringkali database, server, atau platform pengolahan data perlu akses 24/7 atau ketika dibutuhkan untuk analisis, revisi, atau publikasi. Gangguan seperti serangan DDoS, kehilangan jaringan, atau kerusakan server dapat menghambat riset. Sebagai contoh, riset di Puskesmas Karangploso menunjukkan bahwa penyediaan genset otomatis membantu menjamin ketersediaan data rekam medis elektronik saat listrik padam. [Lihat sumber Disini - jmiki.aptirmik.or.id]
Dalam konteks riset online, peneliti sebaiknya mempertimbangkan redundansi sistem, backup database, dan pemulihan bencana (disaster recovery) agar riset tidak terhenti atau data hilang.
Keamanan Sistem dan Infrastruktur Penelitian Online
Platform riset online melibatkan elemen seperti server, hosting, cloud storage, jaringan internet, perangkat end-user (PC, laptop, smartphone), serta aplikasi riset (survei online, pengolahan data). Dari literatur Indonesia:
- Infrastruktur TI yang kurang aman dapat meningkatkan risiko keamanan informasi. [Lihat sumber Disini - unapcict.org]
- Manajemen keamanan informasi pada organisasi teknologi memerlukan tata kelola, kerangka kerja (framework), dan prosedur kontrol. [Lihat sumber Disini - journal.trunojoyo.ac.id]
Dengan demikian, peneliti dan institusi yang melakukan riset online harus memperhitungkan aspek keamanan teknis dan manajerial: misalnya firewall, sistem enkripsi, autentikasi multifaktor, kebijakan kata sandi, kontrol akses, audit log, dan awareness pengguna.
Etika dan Privasi dalam Riset Online
Selain aspek teknis keamanan informasi, dalam riset online penting juga mempertimbangkan aspek etika dan privasi. Sebuah penelitian di Indonesia menyimpulkan bahwa dalam aplikasi online terkait privasi data, perlu dibangun kepercayaan melalui kontrol pengguna, manajemen risiko, transparansi kebijakan privasi, dan etika. [Lihat sumber Disini - jurnal.kaputama.ac.id]
Dalam riset online, privacy partisipan harus dijamin: peneliti harus mendapatkan persetujuan (informed consent), menyampaikan bagaimana data akan digunakan, disimpan, dan diakses. Data sensitif harus diidentifikasi dan diberi perlakuan khusus. Pelanggaran privasi dapat menimbulkan kerugian hukum, reputasi, atau bahkan menimbulkan risiko bagi partisipan.
Tantangan Khusus Keamanan Informasi dalam Riset Online
Beberapa tantangan yang sering muncul dalam riset online antara lain:
- Peningkatan jumlah serangan siber dan kompleksitas ancaman yang terus berkembang. [Lihat sumber Disini - unapcict.org]
- Rentannya kontrol akses dan autentikasi pada platform survei atau penyimpanan cloud (misalnya penggunaan password lemah, tidak adanya 2FA)
- Mobilitas data: data riset sering diakses dari banyak lokasi, perangkat, dan koneksi publik,meningkatkan risiko kebocoran
- Keterbatasan anggaran atau sumber daya dalam institusi atau tim riset kecil untuk mengimplementasikan keamanan penuh
- Keterbatasan kesadaran (awareness) dari peneliti atau responden terhadap praktik keamanan informasi: misalnya masih banyak yang tidak memahami pentingnya autentikasi multifaktor, atau bahwa data mereka bisa disalahgunakan. [Lihat sumber Disini - ojs.udb.ac.id]
- Regulasi dan kepatuhan yang belum selalu selaras dengan praktik riset online di Indonesia: misalnya belum optimalnya kebijakan internal institusi terkait keamanan riset.
Strategi dan Rekomendasi Praktis untuk Riset Online
Berdasarkan kajian literatur dan praktik terbaik, peneliti dan institusi riset daring dapat mempertimbangkan langkah-langkah berikut:
- Sosialisasi dan Pelatihan Kesadaran Keamanan (Information Security Awareness)
Pastikan seluruh tim riset memahami risiko keamanan informasi, praktik terbaik seperti penggunaan kata sandi kuat, autentikasi dua faktor, dan pemilahan data sensitif. Dari penelitian di Indonesia, edukasi lebih lanjut dibutuhkan karena masih banyak kekurangan dalam penerapan 2FA atau pemahaman kebijakan privasi. [Lihat sumber Disini - ojs.udb.ac.id] - Tata Kelola dan Kebijakan Internal Riset
Buat kebijakan tertulis yang mengatur akses data riset, otorisasi, pemrosesan, penyimpanan, backup, dan penghapusan data. Gunakan kerangka seperti ISO/IEC 27001 atau kontrol-kontrol standar lainnya. Sebagai contoh, dalam perusahaan berbasis teknologi di Indonesia, evaluasi manajemen keamanan informasi menggunakan Indeks KAMI berdasarkan ISO 27001 memberikan rekomendasi pengendalian. [Lihat sumber Disini - journal.trunojoyo.ac.id] - Proteksi Teknis dan Infrastruktur
- Gunakan enkripsi data saat transfer ataupun penyimpanan (data at-rest dan data in-transit)
- Terapkan kontrol akses berdasarkan peran (role-based access control) dan autentikasi kuat
- Simpan log audit aktivitas akses data dan modifikasi
- Siapkan backup rutin dan rencana pemulihan bencana (disaster recovery) agar riset tidak terhenti dan data tidak hilang
- Pastikan koneksi aman (VPN, SSL/TLS), dan perangkat end-user terkelola dengan baik (update patch, antivirus)
- Privasi Partisipan dan Keamanan Data Sensitif
- Identifikasi data yang bersifat sensitif (misalnya identitas, kesehatan, lokasi) dan beri proteksi tambahan
- Lakukan minimalisasi pengumpulan data: hanya data yang diperlukan untuk riset
- Terapkan pseudonimisasi atau anonimisasi bila memungkinkan
- Jelas dalam informed consent mengenai bagaimana data akan diproses, siapa aksesnya, dan bagaimana durasi penyimpanan
- Pertimbangkan regulasi lokal, misalnya perlindungan data pribadi di Indonesia
- Evaluasi dan Pengawasan Secara Berkala
- Lakukan audit rutin terhadap sistem keamanan informasi riset
- Ukur tingkat kematangan keamanan menggunakan indeks atau kerangka seperti Indeks KAMI Indonesia [Lihat sumber Disini - journal.trunojoyo.ac.id]
- Update kebijakan dan prosedur sesuai dengan perkembangan ancaman dan teknologi
- Penyeimbang Aksesibilitas dan Keamanan
- Meskipun riset online menuntut fleksibilitas dan kemudahan akses, peneliti harus menjaga keseimbangan agar tidak mengorbankan keamanan
- Buat prosedur sederhana namun efektif agar tim riset tetap produktif tanpa mengabaikan kontrol keamanan
Kesimpulan
Keamanan informasi dalam riset online merupakan aspek yang tidak dapat diabaikan. Dengan pengetahuan bahwa riset tidak lagi hanya berupa kertas atau offline tetapi melibatkan platform digital, penyimpanan cloud, dan data bergerak, maka peneliti perlu proaktif dalam menjaga kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan data riset. Definisi-definisi dari para ahli maupun standar internasional menegaskan bahwa keamanan informasi bukan sekadar proteksi teknis semata, melainkan mencakup prosedur manajerial, kebijakan, dan kesadaran pengguna. Dalam praktik riset online di Indonesia, tantangan seperti kurangnya kesadaran keamanan, terbatasnya sumber daya manajemen keamanan, dan kompleksitas ancaman siber menjadi hambatan nyata. Oleh karena itu, langkah-langkah strategis seperti pelatihan kesadaran keamanan, kebijakan internal, proteksi teknis, pemenuhan privasi partisipan, serta evaluasi berkala menjadi sangat penting. Dengan mengimplementasikan strategi tersebut, riset online bisa berjalan dengan lebih andal, data riset bisa dipercaya, dan reputasi peneliti maupun institusi bisa terjaga. Pada akhirnya, keamanan informasi bukan hanya soal melindungi data, melainkan juga soal menjaga keandalan riset, kepercayaan partisipan, dan kepatuhan etika penelitian di dunia digital yang semakin terbuka tersebut.
