Terakhir diperbarui: 01 November 2025

Citation (APA Style):
Davacom. (2025, 1 November 2025). Diskrepansi: Definisi, Fungsi, dan Contoh dalam Evaluasi. SumberAjar. Retrieved 12 November 2025, from https://sumberajar.com/kamus/diskrepansi-definisi-fungsi-dan-contoh-dalam-evaluasi 

Kamu menggunakan Mendeley? Add entry manual di sini.

Diskrepansi: Definisi, Fungsi, dan Contoh dalam Evaluasi - SumberAjar.com

Diskrepansi: Definisi, Fungsi, dan Contoh dalam Evaluasi

Pendahuluan

Dalam dunia evaluasi , baik evaluasi program, kebijakan, ataupun kegiatan operasional , seringkali muncul kondisi di mana apa yang direncanakan atau diharapkan tidak benar-benar sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Kondisi ini sering disebut sebagai diskrepansi. Pemahaman terhadap diskrepansi sangat penting karena melalui identifikasi dan analisis diskrepansi, pengambil keputusan dan praktisi evaluasi dapat mengenali celah (gap) antara standar atau harapan dengan kinerja aktual, lalu menetapkan langkah tindak lanjut yang tepat untuk memperbaiki kondisi tersebut.

Artikel ini akan menguraikan pengertian diskrepansi dari berbagai sudut pandang, fungsi dari konsep diskrepansi dalam evaluasi, serta memberikan contoh-nyata bagaimana diskrepansi muncul dalam praktik evaluasi program dan kegiatan. Dengan demikian, pembaca diharapkan memperoleh pemahaman yang komprehensif mengenai konsep ini dan bagaimana penerapannya dalam konteks evaluasi.

Definisi Diskrepansi

Definisi Diskrepansi secara Umum

Secara umum, istilah diskrepansi merujuk pada adanya ketidakcocokan, ketidaksesuaian, atau perbedaan antara dua hal yang seharusnya sama atau selaras. Istilah ini digunakan dalam berbagai disiplin ilmu untuk menggambarkan gap antara harapan dan kenyataan, antara standar dan pelaksanaan, antara rencana dan hasil. Sebagai gambaran: jika sebuah organisasi menetapkan target tertentu namun capaian nyata berbeda secara signifikan, maka dapat dikatakan terjadi diskrepansi. Hal ini menggambarkan adanya “kesenjangan” atau “gap” yang perlu dieksplorasi.

Definisi Diskrepansi dalam KBBI

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata diskrepansi didefinisikan sebagai: “ketidakcocokan; ketidaksesuaian”. [Lihat sumber Disini - kbbi.web.id] Sebagai contoh penggunaan: “perbedaan tujuan dalam pelbagai sektor tidak akan membawa diskrepansi”. [Lihat sumber Disini - kbbi.web.id] Dengan demikian, dari sudut bahasa, diskrepansi berbicara tentang kondisi di mana sesuatu tidak sesuai atau tidak cocok dengan sesuatu yang seharusnya menjadi acuan atau standar.

Definisi Diskrepansi Menurut Para Ahli

Berikut beberapa pendapat ahli-terkait konsep diskrepansi dalam konteks evaluasi program atau kegiatan:

  1. Malcolm M. Provus (1971) – dalam model evaluasi yang dikembangkannya, yaitu Discrepancy Evaluation Model, Provus menyatakan bahwa evaluasi adalah proses: (1) menyetujui berdasarkan standar (atau tujuan) yang telah ditetapkan; (2) menentukan apakah ada kesenjangan (discrepancy) antara kinerja aspek-aspek program dengan standar kinerja yang ditetapkan; (3) menggunakan informasi tentang kesenjangan tersebut sebagai bahan untuk meningkatkan, mengelola, atau bahkan mengakhiri program atau sebagian aspek program tersebut. [Lihat sumber Disini - e-journal.stp-ipi.ac.id] Dalam konteks ini, diskrepansi adalah perbedaan atau gap antara apa yang seharusnya dicapai dengan apa yang benar-benar dicapai.
  2. Menurut sejumlah penelitian di Indonesia, diskrepansi didefinisikan sebagai “kesenjangan antara standar yang sudah ditentukan dalam program dengan penampilan aktual dari program tersebut”. [Lihat sumber Disini - journal.stitmadani.ac.id] Dengan kata lain, diskrepansi mencakup aspek standar (standard) dan pelaksanaan (performance) yang tidak selaras.
  3. Dalam kajian evaluasi program di pendidikan, diskrepansi juga digambarkan sebagai berbagai bentuk gap, seperti antara rencana dengan pelaksanaan, antara prediksi dengan realisasi, antara status kemampuan dengan standar kemampuan yang ditetapkan, antara tujuan dan hasil yang dicapai, ataupun antara bagian program yang diharapkan dengan bagian yang dapat diubah. [Lihat sumber Disini - id.scribd.com]
  4. Dalam penelitian tentang layanan konseling di madrasah, misalnya, diskrepansi dijelaskan sebagai gap antara kriteria yang ditetapkan dengan keterlaksanaan layanan di lapangan; evaluasi dengan model discrepancy (ketidaksesuaian) digunakan untuk mengetahui seberapa besar gap tersebut. [Lihat sumber Disini - journal.unindra.ac.id]

Dari pendapat‐pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa diskrepansi adalah kondisi di mana terdapat perbedaan yang bermakna antara kondisi ideal/standar dengan kondisi nyata (actual) yang terjadi, dan pengukuran atau identifikasi diskrepansi merupakan langkah kunci dalam proses evaluasi.

Fungsi Diskrepansi dalam Evaluasi

Konsep diskrepansi memiliki fungsi penting dalam kerangka evaluasi program/bisnis/pembelajaran, antara lain sebagai berikut:

  1. Sebagai Alat Diagnostik
    Diskrepansi memungkinkan evaluator untuk mendeteksi bahwa sesuatu tidak berjalan sesuai dengan harapan atau standar. Dengan mengidentifikasi gap, evaluator kemudian dapat mengajukan pertanyaan “mengapa terjadi perbedaan?”, “komponen mana yang belum tercapai?”, “apa penyebabnya?”, sehingga evaluasi tidak semata-merta melihat hasil akhir, tetapi juga lokasi dan jenis kesenjangan. Misalnya, dalam model DEM Provus, setiap tahap evaluasi menyandingkan standar dengan kinerja aktual dan apabila ditemukan gap maka disebut diskrepansi. [Lihat sumber Disini - media.neliti.com]
  2. Sebagai Dasar Pengambilan Keputusan Tindak Lanjut
    Identifikasi diskrepansi menyediakan informasi yang sangat berguna bagi pengambilan keputusan: apakah program harus dilanjutkan seperti ini, perlu direvisi, atau bahkan dihentikan. Provus menyebut bahwa setelah mengidentifikasi diskrepansi, informasi tersebut digunakan untuk mengubah kinerja (performance) atau standar dari program. [Lihat sumber Disini - e-journal.stp-ipi.ac.id] Dengan demikian, fungsi evaluasi sebagai “penunjuk arah” perbaikan program sangat terkait dengan konsep diskrepansi.
  3. Sebagai Merit untuk Meningkatkan Efektivitas dan Akuntabilitas Program
    Dengan menggunakan konsep diskrepansi evaluasi tidak hanya sekadar mengecek apakah suatu program sukses atau tidak, tetapi juga mengecek sejauh mana pencapaian sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan dan di mana letak gap-nya. Ini membantu organisasi untuk meningkatkan efektivitas (apa yang dicapai) dan akuntabilitas (mengapa ada perbedaan, bagaimana memperbaiki) dari program yang berjalan.
  4. Sebagai Instrumen Pengendalian Mutu dan Peningkatan Berkelanjutan
    Konsep diskrepansi mendukung proses improvement sebab ketika gap diketahui, maka intervensi atau revisi bisa dilakukan untuk memperbaiki dan menyempurnakan pelaksanaan selanjutnya. Evaluasi menjadi bagian dari siklus manajemen mutu: perencanaan → pelaksanaan → evaluasi (termasuk identifikasi diskrepansi) → tindak lanjut perbaikan.
  5. Sebagai Alat Refleksi Strategis Organisasi/Program
    Dengan mengangkat ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan, organisasi dapat melakukan refleksi strategis: apakah standar yang ditetapkan realistis? Apakah sumber daya, proses, atau lingkungan pelaksanaan telah mendukung? Apakah ada faktor eksternal yang menyebabkan gap? Sebagai contoh, dalam layanan konseling di madrasah, evaluasi diskrepansi menunjukkan bahwa pelaksanaan layanan konseling sudah “cukup baik” namun masih ada gap karena rata-rata hanya 63 % dari kriteria. [Lihat sumber Disini - journal.unindra.ac.id]

Dengan memahami fungsi-fungsi di atas, maka penggunaan konsep diskrepansi dalam evaluasi menjadi sangat strategis dan tidak boleh diabaikan , terutama jika ingin menciptakan program yang tidak hanya “berjalan”, tetapi juga “berjalan sesuai dengan yang diharapkan”.

Contoh Diskrepansi dalam Evaluasi

Berikut beberapa contoh konkret bagaimana diskrepansi muncul dalam berbagai konteks evaluasi:

  1. Evaluasi Program Pendidikan – Implementasi Pendekatan Saintifik
    Dalam penelitian oleh Ni Wayan Widyaningsih dkk. (2017) yang berjudul “Evaluasi Diskrepansi terhadap Implementasi Pendekatan Saintifik pada Muatan Pelajaran PKn Tema Cita-Citaku di Kelas IV SD se-Kecamatan Denpasar Timur”, ditemukan diskrepansi sebagai berikut: diskrepansi terkait perencanaan pembelajaran berpendekatan saintifik sebesar 32,97 (kategori kecil), diskrepansi pelaksanaan sebesar 40,19 (kategori sedang), diskrepansi penilaian sebesar 38,21 (kategori kecil), diskrepansi keseluruhan implementasi sebesar 37,13 (kategori kecil). [Lihat sumber Disini - ejournal-pasca.undiksha.ac.id] Dari hasil ini dapat dilihat bahwa meskipun rata-rata implementasi termasuk kategori “baik” (persepsi guru 73,33; hasil belajar siswa 77,34), masih ada gap antara standar (Permendikbud No 22 Tahun 2016) dengan kenyataan di lapangan.
  2. Evaluasi Layanan Konseling Individu di Madrasah
    Dalam penelitian oleh Usrotun Diniyah, et al. (2024) berjudul “Evaluasi Model Discrepancy Pelaksanaan Layanan Konseling Individu di Madrasah Tsanawiyah”, ditemukan bahwa pelaksanaan layanan konseling individu telah dilaksanakan sebagian dari standar kriteria yang ditetapkan (rata-rata 63 %). Dengan demikian, terdapat diskrepansi antara kriteria (standar) dengan pelaksanaan aktual layanan. [Lihat sumber Disini - journal.unindra.ac.id] Artinya, meskipun layanan berjalan, namun belum maksimal sesuai standar yang diharapkan.
  3. Evaluasi Program Pendidikan – Model Discrepancy (DEM) untuk Supervisi Akademik Guru
    Dalam kajian oleh Fitra Murni AR et al. (2023) berjudul “Penggunaan Discrepancy Evaluation Model (DEM) dalam Evaluasi Program Pelaksanaan Supervisi Akademik untuk Meningkatkan Kinerja Guru”, ditemukan bahwa model DEM mampu memperlihatkan bahwa terdapat gap antara program supervisi akademik yang seharusnya dengan yang telah tercapai. [Lihat sumber Disini - jurnal.umsb.ac.id] Dengan demikian, identifikasi diskrepansi menjadi langkah awal untuk memperbaiki efektivitas supervisi dan meningkatkan kinerja guru.
  4. Evaluasi Program Umum – Model Discrepancy Pendidikan
    Dalam studi oleh A Ariani (2021) dalam artikel “Discrepancy Evaluation Model (DEM) untuk …”, disebutkan bahwa model ini menekankan proses “perbandingan antara apa yang ada sebagai pencapaian/kinerja (performance) dengan apa yang seharusnya (standard)”. Apabila sebuah perbedaan ditemukan antara standar dan kinerja, maka disebut kesenjangan (discrepancy). [Lihat sumber Disini - media.neliti.com] Sebagai contoh, jika sebuah program dirancang untuk mencapai output tertentu namun actual output lebih rendah atau berbeda, maka terjadi diskrepansi yang harus diidentifikasi dan dianalisis.

Dari keempat contoh tersebut, dapat dilihat bahwa diskrepansi dapat muncul dalam berbagai konteks: pembelajaran/pengajaran, layanan konseling, program supervisi, maupun program umum. Intinya adalah membandingkan: standar/harapan dengan capaian/realitas.

Kesimpulan

Diskrepansi merupakan konsep penting dalam evaluasi: yakni kondisi di mana terdapat perbedaan atau ketidaksesuaian antara standar/harapan dengan kinerja atau realitas yang terjadi. Dari definisi umum, memahami secara bahasa (KBBI), hingga definisi menurut para ahli evaluasi kita bisa melihat bahwa diskrepansi berfungsi sebagai alat diagnostik, dasar pengambilan keputusan, pengendalian mutu, dan refleksi strategis organisasi.

Dalam praktik evaluasi, mengidentifikasi diskrepansi , baik besaran gapnya, jenis komponennya, maupun sebab-sebabnya , sangat berguna agar program atau layanan yang dijalankan dapat diperbaiki secara sistematis, dan tidak stagnan dalam “apa adanya”. Dengan demikian, evaluator dan praktisi program hendaknya secara rutin memasukkan analisis diskrepansi sebagai bagian dari proses evaluasi mereka.

 

Artikel ini ditulis dan disunting oleh tim redaksi SumberAjar.com berdasarkan referensi akademik Indonesia.

Pertanyaan Umum (FAQ)

Diskrepansi dalam evaluasi adalah perbedaan atau ketidaksesuaian antara standar, tujuan, atau harapan dengan hasil atau kondisi nyata yang terjadi. Konsep ini digunakan untuk mengidentifikasi sejauh mana pelaksanaan suatu program telah sesuai dengan rencana yang ditetapkan.

Fungsi utama diskrepansi dalam evaluasi program adalah sebagai alat diagnostik untuk menemukan kesenjangan, dasar pengambilan keputusan, sarana peningkatan mutu, serta bahan refleksi bagi pengelola program dalam memperbaiki efektivitas dan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan.

Konsep Discrepancy Evaluation Model (DEM) diperkenalkan oleh Malcolm M. Provus pada tahun 1971. Model ini menekankan perbandingan antara standar (apa yang diharapkan) dengan kinerja aktual (apa yang dicapai), untuk menemukan dan memperbaiki kesenjangan atau diskrepansi yang terjadi.

Contoh penerapan diskrepansi dalam bidang pendidikan misalnya evaluasi terhadap implementasi pendekatan saintifik di sekolah dasar, di mana ditemukan adanya kesenjangan antara standar pembelajaran dengan pelaksanaan nyata di kelas. Hasil evaluasi ini kemudian digunakan untuk memperbaiki kualitas proses belajar mengajar.

Analisis diskrepansi penting dilakukan karena dapat mengungkap area yang memerlukan perbaikan, memastikan program berjalan sesuai standar, serta membantu pengambil keputusan menentukan langkah tindak lanjut berdasarkan data yang obyektif.