Terakhir diperbarui: 23 October 2025

Citation (APA Style):
Davacom. (2025, 6 September 2025). Fenomena: Definisi, Karakteristik, dan Contoh Ilmiah beserta sumber [PDF]. SumberAjar. Retrieved 12 November 2025, from https://sumberajar.com/kamus/fenomena-definisi-karakteristik-dan-contoh-ilmiah-beserta-sumber-pdf 

Kamu menggunakan Mendeley? Add entry manual di sini.

Fenomena: Definisi, Karakteristik, dan Contoh Ilmiah beserta sumber [PDF]

Pendahuluan

Fenomena adalah suatu kejadian, peristiwa, atau pola tertentu yang dapat diamati dalam dunia nyata dan menjadi objek kajian ilmiah. Dalam penelitian, fenomena diposisikan sebagai pintu masuk utama untuk memahami realitas yang kompleks. Fenomena bisa berupa peristiwa alam seperti hujan, gempa bumi, atau perubahan iklim, maupun peristiwa sosial seperti pergeseran budaya, meningkatnya penggunaan media digital, atau perubahan pola interaksi masyarakat. Keberadaan fenomena yang nyata menjadikannya dasar yang kuat untuk membangun pertanyaan penelitian.

Memahami fenomena secara tepat merupakan langkah awal yang sangat penting dalam kegiatan penelitian. Dari fenomena inilah peneliti dapat merumuskan masalah, menyusun pertanyaan riset, serta menentukan metode penelitian yang paling sesuai. Misalnya, fenomena perubahan bahasa pada generasi muda dapat mendorong penelitian linguistik, sementara fenomena urbanisasi dapat melahirkan riset di bidang sosiologi, ekonomi, atau tata kota.

Selain sebagai titik awal penelitian, fenomena juga berperan dalam mengarahkan peneliti untuk menyelidiki penyebab, implikasi, serta hubungan fenomena dengan faktor lain. Hal ini membuat fenomena tidak hanya diamati sebagai gejala, tetapi juga ditelaah secara lebih mendalam untuk menemukan pola, keterkaitan, bahkan hukum ilmiah yang mengaturnya. Dengan demikian, kajian fenomena membuka jalan bagi peneliti untuk menghasilkan temuan yang bermakna, relevan, dan dapat berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan maupun pemecahan masalah nyata di masyarakat.


Definisi Fenomena

Secara Umum

Fenomena dalam pengertian umum adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat diamati muncul di alam maupun masyarakat. Fenomena bisa berupa hal yang sederhana, seperti hujan di musim penghujan, atau kompleks, seperti perubahan sosial akibat perkembangan teknologi digital. Dalam ranah penelitian ilmiah, fenomena selalu dijadikan titik awal analisis karena darinya lahirlah pertanyaan penelitian yang lebih spesifik. Fenomena menjadi realitas yang ingin dipahami, dijelaskan, dan diukur baik melalui pendekatan kualitatif maupun kuantitatif. Dengan kata lain, fenomena adalah objek empiris yang menjadi pintu masuk bagi peneliti untuk menyusun kerangka teori maupun hipotesis.

Fenomena berbeda dengan sekadar gejala kasat mata. Suatu gejala baru disebut fenomena jika bisa diobservasi secara sistematis, memiliki keterkaitan dengan variabel tertentu, dan memungkinkan dilakukan analisis ilmiah. Oleh sebab itu, fenomena sering kali diposisikan sebagai “data awal” yang menuntun arah penelitian lebih lanjut.

Menurut Literatur Indonesia

Dalam literatur metodologi penelitian di Indonesia, fenomena sering dipahami dalam kaitannya dengan variabel penelitian. Fenomena merupakan atribut, sifat, atau karakteristik yang dapat diukur maupun diamati dalam penelitian kuantitatif, dan selanjutnya menjadi dasar untuk melakukan analisis hubungan, membangun generalisasi, atau menguji teori yang ada (JIPP).

Lebih lanjut, literatur metodologi menekankan bahwa penelitian ilmiah memiliki karakteristik empirik dan replikatif. Empirik berarti fenomena harus nyata, bisa diamati melalui pengalaman, dan bukan sekadar asumsi. Replikatif berarti fenomena yang diteliti dapat diuji ulang oleh peneliti lain dengan hasil yang konsisten, sehingga kebenarannya bisa dipertanggungjawabkan. Prinsip ini memastikan bahwa fenomena yang menjadi objek penelitian benar-benar bersifat ilmiah dan dapat dijadikan pijakan bagi pengembangan pengetahuan (Indo Intellectual).

Dalam konteks penelitian kualitatif, fenomena sering dipahami sebagai pengalaman sosial yang dialami individu atau kelompok, kemudian ditafsirkan maknanya. Misalnya, fenomena perubahan bahasa di kalangan remaja tidak hanya dipandang sebagai pergeseran kosakata, tetapi juga sebagai refleksi identitas sosial dan budaya yang berkembang. Sementara dalam pendekatan kuantitatif, fenomena dipersempit menjadi variabel-variabel yang dapat diukur secara statistik, seperti tingkat konsumsi energi, angka partisipasi sekolah, atau frekuensi penggunaan media sosial.

Dengan demikian, berdasarkan literatur Indonesia 2020–2025, fenomena dapat dipahami dalam dua lapisan utama:

  1. Sebagai variabel kuantitatif yang bisa diukur dan dianalisis untuk menghasilkan generalisasi.

  2. Sebagai realitas kualitatif yang sarat makna, menuntut pemahaman mendalam melalui interpretasi dan pengalaman kontekstual.

Kedua perspektif ini saling melengkapi, menjadikan fenomena sebagai fondasi penting dalam setiap penelitian, baik yang bersifat eksplanatori, deskriptif, maupun eksploratif.

 

Karakteristik Fenomena Ilmiah

Dalam metodologi penelitian, fenomena ilmiah tidak sekadar peristiwa yang muncul di sekitar kita, tetapi harus memenuhi kriteria tertentu agar dapat diteliti secara akademis. Berdasarkan literatur Indonesia (2020–2025), fenomena ilmiah idealnya memiliki karakteristik berikut:

1. Sistematis

Fenomena ilmiah harus dipelajari secara terstruktur dengan urutan logis dan metodologis, bukan secara acak atau serampangan. Artinya, penelitian atas suatu fenomena dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah ilmiah mulai dari identifikasi masalah, pengumpulan data, analisis, hingga penarikan kesimpulan. Dengan pendekatan sistematis, peneliti dapat memastikan bahwa temuan yang dihasilkan bukan sekadar intuisi, melainkan hasil kajian yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik (Indo Intellectual).

2. Logis

Kajian terhadap fenomena harus dilakukan dengan penalaran ilmiah dan kaidah berpikir rasional. Hal ini berarti penjelasan atas suatu fenomena tidak boleh bersifat spekulatif, tetapi harus mengikuti logika yang konsisten dengan teori maupun data empiris. Misalnya, fenomena perubahan iklim tidak dijelaskan dengan mitos, melainkan dengan argumentasi ilmiah terkait peningkatan gas rumah kaca, emisi karbon, dan aktivitas manusia. Karakter logis ini membuat fenomena ilmiah dapat dipahami secara universal oleh kalangan akademisi lintas disiplin (Indo Intellectual).

3. Empirik

Fenomena ilmiah harus nyata, dapat diamati, serta dialami secara langsung maupun tidak langsung melalui instrumen penelitian. Empirik menuntut peneliti untuk berlandaskan pada data observasi atau bukti lapangan, bukan asumsi. Contohnya, fenomena urbanisasi di Indonesia dapat dibuktikan dengan data kependudukan dari BPS, sementara fenomena peningkatan penggunaan media sosial dapat dibuktikan dengan survei perilaku masyarakat. Karakter empirik ini menjadikan fenomena ilmiah relevan dengan kondisi nyata yang terjadi di masyarakat (Indo Intellectual).

4. Replikatif

Fenomena yang diteliti harus memungkinkan untuk diuji ulang oleh peneliti lain pada waktu dan tempat yang berbeda. Karakteristik ini penting untuk memastikan bahwa temuan penelitian tidak bersifat kebetulan, melainkan konsisten. Sebagai contoh, penelitian tentang fenomena pembelajaran daring selama pandemi COVID-19 di Indonesia dapat direplikasi di berbagai daerah dengan hasil yang serupa, sehingga memperkuat validitas temuan. Replikatif menunjukkan bahwa penelitian atas fenomena bukan hanya sahih pada satu konteks, tetapi juga berlaku lebih luas sepanjang kondisi dasarnya serupa (Indo Intellectual).

5. Terukur

Selain keempat karakteristik di atas, fenomena ilmiah juga idealnya terukur. Artinya, fenomena dapat dijabarkan dalam bentuk indikator atau variabel yang dapat dihitung. Fenomena sosial, misalnya tingkat partisipasi pendidikan, bisa diukur melalui angka kehadiran, jumlah pendaftar, atau data kelulusan. Karakteristik ini sangat penting dalam penelitian kuantitatif karena memungkinkan peneliti melakukan analisis statistik untuk menguji hipotesis.

6. Kontekstual

Fenomena ilmiah harus dipahami sesuai konteks waktu, tempat, dan budaya di mana ia terjadi. Misalnya, fenomena budaya remaja di Indonesia akan berbeda dengan di negara lain karena perbedaan nilai sosial, agama, maupun kebijakan pemerintah. Karakteristik kontekstual ini banyak dibahas dalam penelitian kualitatif, karena menekankan makna yang melekat pada fenomena di lingkungan tertentu.

 

Contoh Penelitian Fenomena di Indonesia (2020–2025)

Walaupun istilah “fenomena” tidak selalu muncul secara eksplisit dalam judul penelitian, banyak studi di Indonesia periode 2020–2025 yang secara substansial meneliti berbagai fenomena sosial, budaya, maupun pendidikan. Berikut beberapa contoh yang relevan:

1. Penelitian Kualitatif — Memahami Karakteristik Fenomena Kontekstual

Dalam kajian metode kualitatif, fenomena dipahami sebagai realitas yang dialami langsung oleh subjek dan diberi makna sesuai konteks kehidupannya. Karakteristik penelitian kualitatif mencakup pengamatan pada latar alami, analisis induktif, serta penekanan pada makna dan perspektif subjek, bukan sekadar generalisasi statistik. Misalnya, studi kualitatif tentang pengalaman guru dalam pembelajaran daring selama pandemi menyoroti fenomena kesulitan adaptasi teknologi yang dialami guru dan siswa, bukan hanya angka capaian belajar. Penelitian seperti ini menunjukkan bagaimana fenomena dipahami sebagai sesuatu yang kontekstual, penuh makna, dan terikat dengan pengalaman subjek penelitian (ResearchGate, jurnal.kopusindo.com).

2. Fenomena Budaya dan Bahasa sebagai Identitas Sosial

Fenomena bahasa dan budaya juga banyak diteliti sebagai representasi identitas sosial masyarakat Indonesia. Penelitian oleh Putri (2025) menemukan bahwa pergeseran budaya dan bahasa pada generasi muda mencerminkan dinamika identitas sosial yang kompleks. Bahasa tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga menjadi simbol budaya dan penanda generasi. Fenomena ini menegaskan bahwa bahasa dan budaya saling terkait erat, membentuk identitas kolektif sekaligus merefleksikan perubahan sosial di masyarakat modern. Studi ini memperlihatkan bagaimana fenomena budaya dapat diamati dan dianalisis secara ilmiah dengan pendekatan interdisipliner (Aspirasi Journal).

3. Fenomena Sosial dalam Dunia Pendidikan

Selain budaya, fenomena sosial di bidang pendidikan juga banyak menjadi objek penelitian. Misalnya, fenomena learning loss atau penurunan capaian belajar akibat pandemi COVID-19 diteliti melalui survei maupun wawancara dengan siswa dan guru. Penelitian ini memperlihatkan bahwa fenomena sosial pendidikan tidak hanya dapat dilihat dari data kuantitatif, tetapi juga harus dipahami dari perspektif pengalaman siswa dan guru sebagai subjek yang terdampak langsung. Dengan demikian, fenomena sosial pendidikan dapat dijadikan dasar dalam merumuskan kebijakan pemulihan pembelajaran di Indonesia (jurnal.kopusindo.com).

4. Fenomena Lingkungan dan Perubahan Iklim

Fenomena alam seperti banjir, kekeringan, dan kenaikan suhu juga menjadi fokus penelitian di Indonesia. Misalnya, penelitian terbaru mengenai fenomena urban heat island (UHI) di kota-kota besar Indonesia menunjukkan bagaimana perubahan tata ruang perkotaan berkontribusi terhadap peningkatan suhu lokal. Penelitian ini tidak hanya menjelaskan fenomena secara ilmiah, tetapi juga memberikan rekomendasi kebijakan penataan ruang untuk mengurangi dampak perubahan iklim lokal. Fenomena lingkungan ini menjadi bukti nyata bagaimana sains dapat menjawab persoalan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia (ejournal.unib.ac.id).


Penutup

Fenomena merupakan inti dari seluruh kegiatan penelitian, karena darinya lahirlah pertanyaan, hipotesis, hingga teori yang lebih kompleks. Dalam pendekatan kuantitatif, fenomena dipahami sebagai variabel yang dapat diukur dan dianalisis secara sistematis, logis, empirik, dan replikatif. Artinya, fenomena tidak sekadar kejadian kasat mata, tetapi sebuah atribut yang dapat diteliti ulang dengan hasil yang konsisten. Sementara itu, dalam penelitian kualitatif, fenomena dimaknai sebagai pengalaman sosial yang kaya konteks dan makna, sehingga perlu dipahami melalui pendekatan induktif, naratif, dan interpretatif. Kedua perspektif ini melengkapi satu sama lain, memberikan pemahaman yang lebih komprehensif terhadap realitas.

Meskipun literatur yang secara langsung membahas istilah “fenomena” masih terbatas, berbagai penelitian kualitatif maupun kuantitatif sebenarnya sudah banyak mengulas fenomena sosial, budaya, pendidikan, maupun lingkungan. Fenomena pergeseran bahasa dan budaya, fenomena pembelajaran daring, hingga fenomena perubahan iklim lokal menunjukkan bahwa konsep fenomena selalu relevan untuk diteliti dalam berbagai disiplin ilmu. Hal ini menegaskan bahwa fenomena bukan hanya objek pasif yang diamati, melainkan realitas dinamis yang terus berubah dan memengaruhi kehidupan masyarakat.

Dengan demikian, memahami fenomena tidak cukup berhenti pada identifikasi kejadian, tetapi harus dilanjutkan dengan menggali makna, konteks, serta implikasinya. Penelitian atas fenomena menjadi sarana penting untuk menghubungkan teori dengan kenyataan, serta menghasilkan pengetahuan yang aplikatif bagi masyarakat. Oleh karena itu, fenomena dapat dipandang sebagai fondasi ilmiah yang menggerakkan penelitian, memperkaya diskursus akademik, dan mendorong lahirnya kebijakan berbasis bukti yang relevan dengan kebutuhan zaman.

 

Artikel ini ditulis dan disunting oleh tim redaksi SumberAjar.com berdasarkan referensi akademik Indonesia.