Terakhir diperbarui: 26 November 2025

Citation (APA Style):
Davacom. (2025, 26 November 2025). Intertekstualitas: Pengertian dan Aplikasinya dalam Penulisan Ilmiah. SumberAjar. Retrieved 26 November 2025, from https://sumberajar.com/kamus/intertekstualitas-pengertian-dan-aplikasinya-dalam-penulisan-ilmiah 

Kamu menggunakan Mendeley? Add entry manual di sini.

Intertekstualitas: Pengertian dan Aplikasinya dalam Penulisan Ilmiah - SumberAjar.com

Intertekstualitas: Pengertian dan Aplikasinya dalam Penulisan Ilmiah

Pendahuluan

Era kontemporer menuntut bahwa tulisan ilmiah tidak hanya sekadar menyampaikan temuan atau argumen, tetapi juga mampu menautkan gagasan-gagasan sebelumnya, baik dari literatur, teori, maupun penelitian terdahulu. Konsep intertekstualitas (intertextuality) muncul sebagai kerangka penting untuk memahami bahwa suatu teks ilmiah hakikatnya tidak berdiri sendiri, melainkan terjalin dengan berbagai “teks” lain yang menjadi rujukan, sumber gagasan, atau konteks pemikirannya. Menurut sejumlah kajian di ranah sastra dan linguistik, ketika penulis ilmiah menerima, memodifikasi, atau mengkritik gagasan sebelumnya, maka proses tersebut merupakan wujud intertekstualitas,yakni hubungan antar­teks yang memengaruhi makna dan posisi teks baru di dalam disiplin keilmuan. Sebagai aplikasi praktis, memahami intertekstualitas memungkinkan penulis ilmiah untuk: (1) menempatkan kontribusinya secara jelas dalam kesinambungan penelitian sebelumnya; (2) menghindari klaim orisinalitas yang tendensial; dan (3) menunjukkan bahwa pemikiran mereka dibangun dalam dialog dengan literatur yang ada. Artikel ini akan membahas pengertian intertekstualitas secara umum, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), serta menurut para ahli, kemudian menjelaskan bagaimana intertekstualitas diterapkan dalam penulisan ilmiah,termasuk strategi, manfaat, dan tantangannya,dan diakhiri dengan kesimpulan.


Definisi Intertekstualitas

Definisi Intertekstualitas Secara Umum

Intertekstualitas secara umum dapat dipahami sebagai konsep yang menyatakan bahwa sebuah teks tidak muncul secara terpisah dari teks-teks lain, melainkan selalu berada dalam jaringan relasi dengan teks-teks sebelumnya atau sejenis. Sebagai contoh, dalam kajian sastra, disebutkan bahwa “suatu teks disusun dari kutipan-kutipan atau sumber-sumber teks lain” dan bahwa teks tidak bisa dipahami secara utuh tanpa memperhitungkan pengaruh dan resonansi dari teks-teks sebelumnya. [Lihat sumber Disini - id.wikipedia.org]
Lebih jauh, konsep ini menekankan bahwa pengarang suatu teks pada dasarnya juga adalah pembaca dari berbagai teks sebelumnya, yang memengaruhi pola pikir, gaya, dan referensi dalam tulisan yang ia hasilkan. [Lihat sumber Disini - id.wikipedia.org]
Dengan demikian, secara umum intertekstualitas bisa diuraikan sebagai “hubungan antara satu teks dengan satu atau lebih teks lainnya” yang meliputi pengaruh, rujukan, transformasi, atau adaptasi. [Lihat sumber Disini - elibrary.unikom.ac.id]

Definisi Intertekstualitas dalam KBBI

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, istilah “intertekstual” diartikan sebagai kualitas atau keadaan suatu teks yang memiliki hubungan dengan teks-teks lain. [Lihat sumber Disini - bizlab.co.id]
Meskipun definisi dalam KBBI cenderung ringkas dan bersifat kamusistik, ia cukup untuk menunjukkan bahwa kata intertekstualitas menegaskan keberannya sebagai fenomena relasi antar‐teks dalam penggunaan bahasa dan tulisan di Indonesia.

Definisi Intertekstualitas Menurut Para Ahli

Beberapa ahli memberikan definisi yang lebih kaya,baik dalam bidang sastra, linguistik, maupun studi teks. Berikut beberapa di antaranya:

  1. Julia Kristeva (dalam pengembangan konsepnya) menyatakan bahwa “tiap teks merupakan sebuah mozaik kutipan-kutipan, tiap teks merupakan penyerapan dan transformasi dari teks-teks lain.” [Lihat sumber Disini - id.scribd.com]
  2. Mikhail Bakhtin melalui gagasan dialogisme menyatakan bahwa ujaran atau teks selalu merespon ujaran atau teks lain, karena tidak ada ujaran yang berdiri sendiri. [Lihat sumber Disini - elibrary.unikom.ac.id]
  3. Gerard Genette melalui konsepnya tentang palimpsest dan relasi antar-teks (misalnya intertext, hypertext) menyebut bahwa “hubungan hadir di antara dua atau lebih teks, atau kehadiran dari satu teks di dalam yang lainnya.” [Lihat sumber Disini - elibrary.unikom.ac.id]
  4. Burhan Nurgiyantoro dalam kontek sastra Indonesia menyatakan bahwa kajian intertekstual adalah upaya untuk menemukan unsur-unsur tertentu yang telah ada pada karya sastra sebelumnya pada karya yang muncul kemudian. [Lihat sumber Disini - bahasadansastraindoblog.wordpress.com]

Dari keempat definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa secara konseptual: intertekstualitas mencakup unsur rujukan (explicit atau implicit) terhadap teks sebelumnya, transformasi atau adaptasi dari unsur tersebut ke dalam teks baru, dan dialog atau relasi makna antara teks baru dan teks sebelumnya.


Aplikasi Intertekstualitas dalam Penulisan Ilmiah

Hubungan dan Penempatan Literatur

Dalam penulisan ilmiah, aplikasi intertekstualitas paling nyata berada pada bagian tinjauan pustaka (literature review), di mana penulis menguraikan bagaimana penelitian mereka berada dalam korelasi dengan penelitian terdahulu. Dengan memahami bahwa teks ilmiah “berdiri” dalam relasi dengan teks-teks sebelumnya (artikel, buku, teori dasar), maka penulis dapat secara eksplisit menyebut: “Penelitian ini mengadopsi, memodifikasi, atau berbeda dengan penelitian X”, yang menegaskan unsur intertekstual,yakni adanya teks sebelumnya yang menjadi hipogram atau rujukan.
Sebagai contoh, studi “Kajian intertekstualitas dalam karya sastra Indonesia kontemporer” menyebut bagaimana penulis kontemporer menggunakan rujukan teks klasik dan religi untuk menciptakan makna baru. [Lihat sumber Disini - jurnal.itscience.org]
Penulis ilmiah idealnya menunjukkan: dari mana konsep ini berasal, bagaimana teori sebelumnya telah digunakan (atau tidak digunakan), dan bagaimana penelitian saat ini mengambil posisi. Dengan demikian, intertekstualitas berfungsi sebagai sarana memastikan bahwa kontribusi penelitian baru tidak muncul dari “kekosongan”, melainkan dialog dengan pengetahuan yang sudah ada.

Strategi Pemanfaatan Intertekstualitas

Ada beberapa strategi yang dapat digunakan penulis ilmiah agar penerapan intertekstualitas menjadi efektif:

  1. Identifikasi hipogram: Hipogram di sini dapat diartikan sebagai teks sumber atau landasan penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai basis argumen. Penulis bisa menyebutkan penelitian-pemicu utama, teori dasar, atau kajian seminal yang menjadi landasan.
  2. Transformasi atau adaptasi: Setelah hipogram jelas, penelitian harus menunjukkan bagaimana elemen tersebut diadaptasi atau diubah. Misalnya, teori A yang awalnya diterapkan di bidang X kini diterapkan di bidang Y, atau dengan metode Z yang berbeda. Pendekatan ini adalah wujud intertekstual karena ada ‘teks sebelumnya’ yang dirujuk dan kemudian diubah konteksnya.
  3. Dialog dengan penelitian lain: Penulis dapat memanfaatkan kutipan, alusi, atau kritik terhadap penelitian sebelumnya,misalnya “Berbeda dengan hasil penelitian Jones (2022) yang menemukan P, penelitian ini menunjukkan Q karena …”,yang mengimplikasikan bahwa penelitian ini berada dalam jaringan relasi antara teks-teks ilmiah.
  4. Pengakuan terhadap keterbatasan dan posisi penelitian: Dengan menyadari bahwa penelitian bukanlah orisinal absolut, tetapi merupakan bagian dari komunitas ilmiah yang lebih besar, maka penulis menunjukkan sikap epistemik yang sehat.

Manfaat Menggunakan Intertekstualitas

Implementasi intertekstualitas dalam penulisan ilmiah menawarkan beberapa manfaat:

  • Kejelasan posisi penelitian: Pembaca dapat melihat bahwa penelitian Anda bukan isolasi, melainkan bagian dari rangkaian perkembangan keilmuan.
  • Peningkatan kredibilitas: Dengan menunjukkan relasi teks sebelumnya dan mempertanggungjawabkan adaptasi atau perubahan yang Anda lakukan, maka penelitian tampak lebih komprehensif dan matang.
  • Memperkuat argumen: Argumen yang didasarkan pada pengembangan atau kritik terhadap penelitian sebelumnya akan lebih kuat daripada argumen yang muncul tanpa referensi.
  • Mempermudah pembaca mengikuti gagasan: Dengan menunjukkan bagaimana penelitian Anda “melanjutkan”, “mengubah”, atau “mengkritik” penelitian sebelumnya, pembaca dapat mengikuti alur pemikiran secara sistematis.

Tantangan dan Catatan Penting

Walaupun intertekstualitas sangat bermanfaat, ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan oleh penulis ilmiah:

  • Tidak semua teks sebelumnya relevan secara langsung: Penulis perlu memilih hipogram yang benar-benar dijadikan basis, bukan hanya sekadar menyebut banyak referensi tanpa hubungan yang jelas.
  • Hindari plagiarisme dan kutipan yang dangkal: Mengutip atau meniru secara hanya sedikit tanpa analisis dapat membuat penelitian tampak lemah. Proses transformasi atau adaptasi harus jelas.
  • Keseimbangan antara orisinalitas dan relasi dengan teks sebelumnya: Penulis tetap harus menemukan kontribusi baru,walaupun dalam dialog intertekstual tetap diperlukan kebaruan (novelty).
  • Komunikasi kontekstual: Karena intertekstualitas mengandung unsur rujukan implisit dan eksplisit, penulis mesti memastikan pembaca (terutama non-ahli) memahami bagaimana teks sebelumnya memengaruhi penelitian ini.

Contoh Penerapan dalam Penulisan Ilmiah

Misalnya, dalam sebuah artikel ilmiah tentang “Pengaruh Metode X terhadap Prestasi Belajar”, penulis dapat menuliskan:

“Metode X awalnya dikembangkan dalam konteks pembelajaran bahasa oleh Penulis A (2018). Penelitian selanjutnya oleh B (2020) menerapkannya pada matematika dengan hasil Y. Penelitian ini menerapkan metode X pada bidang kimia sekaligus memodifikasi durasi intervensi menjadi 8 minggu untuk mengeksplorasi adaptabilitas konteks,sebagai bentuk transformasi hipogram penelitian sebelumnya.”
Dengan demikian, artikel tersebut secara eksplisit memakai intertekstualitas: penelitian-sebelumnya sebagai rujukan, kemudian adaptasi dalam konteks baru, dan posisi penelitian saat ini.


Kesimpulan

Secara ringkas, konsep intertekstualitas menegaskan bahwa setiap teks,termasuk tulisan ilmiah,tidak eksis secara tunggal dan terpisah, melainkan sebagai bagian dari jaringan relasi antar­teks. Definisi dari rangka umum, KBBI, hingga para ahli menunjukkan bahwa intertekstualitas mencakup rujukan, adaptasi, transformasi, dan dialog antar teks. Dalam konteks penulisan ilmiah, keterampilan mengoperasikan intertekstualitas berarti seorang penulis mampu menunjukkan hipogram penelitian terdahulu, mengadaptasi atau memodifikasinya, dan menempatkan penelitiannya dalam kerangka keilmuan yang lebih luas. Hal ini bukan hanya memperkuat kredibilitas dan posisi penelitian, tetapi juga memudahkan pembaca memahami kontribusi dan relevansi penelitian tersebut. Tantangan tetap ada,terutama menghindari kutipan dangkal dan memastikan kebaruan tetap tercapai,namun dengan pemahaman intertekstualitas yang matang, penulisan ilmiah akan menjadi lebih reflektif, dialogis, dan bermakna dalam komunitas akademik.

 

Artikel ini ditulis dan disunting oleh tim redaksi SumberAjar.com berdasarkan referensi akademik Indonesia.

Pertanyaan Umum (FAQ)

Intertekstualitas adalah konsep yang menyatakan bahwa sebuah teks tidak berdiri sendiri, tetapi selalu memiliki hubungan dengan teks lain sebagai sumber rujukan, pengaruh, atau landasan makna.

Intertekstualitas penting dalam penulisan ilmiah karena membantu penulis menempatkan penelitiannya dalam konteks literatur yang lebih luas, memperkuat argumen, meningkatkan kredibilitas, dan menunjukkan kesinambungan penelitian.

Contoh intertekstualitas dalam penulisan ilmiah adalah ketika penulis mengacu pada teori atau penelitian sebelumnya, lalu mengadaptasi, mengkritik, atau mengembangkan gagasan tersebut untuk menghasilkan temuan baru.

Beberapa tokoh penting dalam teori intertekstualitas adalah Julia Kristeva, Mikhail Bakhtin, Gerard Genette, dan Burhan Nurgiyantoro yang merumuskan konsep-konsep dasar hubungan antar-teks.

⬇
Home
Kamus
Cite Halaman Ini